TENTANG PERKARA ISBAT NIKAH
TENTANG PERKARA ISBAT NIKAH
(Drs. Moh. Anas, M.H.)
Dalam pandangan sebagian masyarakat, perkawinan adalah sah jika melengkapi seluruh rukun dan memenuhi seluruh syarat, juga tidak adanya penghalang perkawinan menurut agama. Adapun pencatatan hanyalah urusan administrasi saja atau penguat. Akibatnya tidak mengherankan bila sampai saat ini masih ada perkawinan-perkawinan yang tidak tercatat yang dikenal dengan istilah kawin sirri (perkawinan di bawah tangan).
Demikian kuatnya pemahaman tersebut hingga pendapat yang mengatakan “yang penting sah menurut agama” masih dianut sebagian masyarakat. Meskipun Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 beserta Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yang merupakan aturan pelaksanaan UU No. 1 tahun 1974 sudah berusia hampir atau bahkan telah setengah abad, terbukti fonamena nikah tidak tercatat atau tidak dicatatkan masih relatif banyak.
Seiring diundangkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Peradilan Agama banyak menerima perkara permohonan pengesahan nikah (isbat nikah) seolah masyarakat disadarkan bahwa pernikahan bukanlah masalah “agama” saja atau menurut istilah Yahya Harahap “privat affair” akan tetapi ada unsur kekuasaan negara yang turut mengaturnya.
Dan dalam prakteknya masih banyak masyarakat bahkan masyarakat yang nota bene paham atau melek hukum sekalipun belum tahu tentang tatacara pengajuan permohon isbat nikah, untuk itu perlu disampaikan beberapa hal mengenai ketentuan-ketentuan permohonan isbat nikah. Dalam Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama pada halaman 144 disebutkan beberapa hal yang harus dipedomani dalam proses pengajuan isbat nikah diantaranya adalah sebagai berikut :
- Permohonan itsbat nikah dapat dilakukan oleh kedua suami istri atau salah satu dari suami istri, anak, wali nikah dan pihak lain yang berkepentingan dengan perkawinan tersebut kepada pengadilan agama dalam wilayah hukum pemohon bertempat tinggal, dan permohonan isbat nikah harus dilengkapi dengan alasan dan kepentingan yang jelas serta kongkrit.
- Proses pemeriksaan permohonan itsbat nikah yang diajukan oleh kedua suami istri bersifat voluntair, produknya berupa penetapan. Jika isi penetapan tersebut menolak permohonan itsbat nikah maka suami dan istri bersama-sama atau suami, istri masing-masing dapat mengajukan upaya hukum kasasi.
- Proses pemeriksaan permohonan itsbat nikah yang diajukan oleh salah seorang suami atau istri bersifat kontensius dengan mendudukan istri atau suami yang tidak mengajukan permohonan sebagai pihak termohon, produknya berupa putusan dan terhadap putusan tersebut dapat diajukan upaya hukum banding dan kasasi.
- Jika dalam proses pemeriksaan permohonan itsbat nikah dalam (2) dan (3) tersebut diatas diketahui bahwa suaminya masih terikat dalam perkawinan yang sah dengan perempuan lain, maka istri terdahulu tersebut harus diajadikan pihak dalam perkara. Jika pemohon tidak mau merubah permohonannya dengan memasukan istri terdahulu sebagai pihak, permohonan tersebut harus dinyatakan tidak dapat terima.
- Permohonan itsbat nikah yang dilakukan oleh anak, wali nikah, dan pihak lain yang berkepentingan harus bersifat kontensius, dengan mendudukan suami dan istri dan/atau ahli waris lain sebagai termohon.
- Suami atau istri yang telah ditinggal mati oleh istri atau suaminya, dapat mengajukan permohonan itsbat nikah secara kontensius dengan mendudukan ahli waris lainnya sebagai pihak termohon, produknya berupa putusan dan atas putusan tersebut dapat diupayakan banding dan kasasi.
- Dalam hal suami atau istri yang ditinggal mati tidak mengetahui ada ahli waris lain selain dirinya, maka permohonan itsbat nikah diajukan secara voluntair, produknya berupa penetapan. Jika permohonan tersebut ditolak, maka pemohon dapat mengajukan upaya hukum kasasi.
- Orang lain yang mempunyai kepentingan dan tidak menjadi pihak dalam perkara permohonan itsbat nikah tersebut dalam angka (2) dan (6), dapat melakukan perlawanan kepada pengadilan agama yang memutus, setelah mengetahui ada penetapan itsbat nikah.
- Orang lain yang mempunyai kepentingan dan tidak menjadi pihak dalam perkara permohonan itsbat nikah tersebut dalam angka (3), (4) dan (5) dapat mengajukan intervensi kepada pengadilan agama yang memeriksa perkara itsbat nikah tersebut selama perkara belum diputus.
Mudah-mudahan bermanfaat...............wassalam
Slawi 3 Dzulqaidah 145 H./10 Juni 2024 M