Mengenal Putusan Perdata dalam Peradilan
Mengenal Putusan Perdata dalam Peradilan
Disampaikan oleh Aris Setiawan
Hakim Pengadilan Agama Slawi
- Pendahuluan
Sebagiamana dalam perbincangan dunia hukum adalah mengenai bekerjanya suatu peradilan, dalam hal ini putusan hakim. Hal ini disebabkan, peradilan merupakan serangkaian aktivitas para aparatnya dalam melaksanakan fungsinya sebagai penegak hukum. Adapun akhir dari keseluruhan jalannya suatu peradilan adalah lahirnya sebuah putusan. Oleh karena dunia hukum kita mengenal 2 pengelompokan, yaitu peradilan pidana dan peradilan perdata, maka yang dimaksud putusan ini bisa mencakup keduanya. Keduanya mempunyai mekanisme dan jenis putusan yang berbeda pula. Dan, dalam pembahasan berikut, hanya akan dibahas mengenai putusan dalam sistem peradilan perdata yang disajikan secara deskriptif dengan menggunakan beberapa referensi .
- Pengertian Putusan.
Pengertian Putusan Secara etimologi putusan berasal dari kata “putus” kemudian mengalami proses afiksasi dengan akhiran (safiks) an menjadi “putusan” yang menurut KBBI diberi arti “hasil memutuskan”. Dalam bahasa Inggris kata putusan sinonim dengan kata “decicion atau verdict” dan dalam bahasa Belanda dikenal “beslising” atau “vonnis”.
Menurut istilah, putusan adalah suatu pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh Hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan (contentious). Selanjutnya dalam beberapa literatur yang ada, para ahli hukum mencoba untuk memberikan definisi terhadap apa yang dinamakan dengan putusan pengadilan. Terdapat beberapa definisi yang berbeda mengenai putusan pengadilan, tetapi apabila dipahami secara seksama diantara definisi-definisi tersebut, maka kita akan mendapatkan suatu pemahaman yang kurang lebih sama antara satu definisi dengan definisi lainnya.
Untuk itu kita lihat beberapa pandangan doktrina dan pandangan rancangan perundang-undangan mengenai pengertian “putusan hakim atau pengadilan” sebagai berikut:
- Menurut Prof. DR. Sudikno Mertokusumo, SH.,MH yang dimaksud dengan putusan Hakim adalah suatu pernyataan yang oleh Hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau masalah antar pihak.3
- Menurut DR. H. Mukti Arto, SH.,MH putusan ialah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum, sebagai hasil dari pemeriksaan perkara (kontentius);
- Menurut Rubini,SH merumuskan bahwa: “Keputusan Hakim itu merupakan suatu akte penutup dari suatu proses perkara dan putusan hakim itu disebut Vonis, yang menurut kesimpulankesimpulan terakhir mengenai hukum dari hakim serta memuat pula akibat-akibatnya”.
- Riduan Syahrani, S.H., memberi batasa putusan pengadilan adalah: “ Pernyataan hakim yang diucapkan pada sidang pengadilan yang terbuka untuk umum untuk menyelesaikan atau mengakhiri perkara perdata”.
- Bab I Pasal 1 angka 5 Rancangan Undang-Undang (RUU) Hukum Acara Perdata menyebutkan “Putusan Pengadilan” adalah: “Suatu keputusan oleh hakim, sebagai pejabat Negara yang diberi wewenang menjalankan kekuasaan kehakiman, yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan kemudian diucapkan di persidangan serta bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu gugatan”.
- Lilik Mulyadi, S.H., M.H., ditinjau dari visi praktek dan teoritis, maka “putusan hakim” itu adalah: “ Putusan yang diucapkan oleh hakim karena jabatannya dalam persidangan perkara perdata yang terbuka untuk umum setelah melalui proses dan prosedurar Hukum Acara Perdata pada umumnya dibuat dalam bentuk tertulis dengan tujuan menyelesaikan atau mengakhiri suatu perkara”
Dari batasan yang diberikan oleh Lilik Mulyadi, maka secara detail dapat disebutkan bahwa, Putusan Hakim merupakan:
- Putusan yang diucapkan dalam persidangan perkara perdata yang terbuka untuk umum. Putusan harus diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum sehingga sah dan mempunyai kekuatan hukum.
- Putusan dijatuhkan setelah melalui proses dan prosedural Hukum Acara Perdata pada umumnya. “Prosessuil” hakim menangani perkara perdata itu mulai tahap: perdamaian, pembacaan surat gugatan, jawaban gugatan, replik, duplik, pembuktian, kesimpulan, musyawarah hakim dan putusan.
- Putusan dibuat Dalam Bentuk Tertulis;
Persyaratan bentuk tertulis ini dimaksudkan agar putusan hakim tersebut dapat diserahkan kepada para pihak berperkara, dikirim kepada Pengadilan Tinggi/Mahkamah Agung RI apabila yang bersangkutan melakukan upaya hukum banding atau kasasi, bahan publikasi dan sebagai arsip yang dilampirkan dalam berkas perkara.
- Putusan Hakim tersebut bertujuan menyelesaikan atau mengakhiri suatu perkara
Pada hakekatnya seorang yang “merasa” dan “dirasa” bahwa haknya telah dilanggar orang lain dan kemudian mengajukan gugatan adalah bertujuan agar perkara tersebut oleh hakim diselesaikan atau diakhiri. Alat atau sarana penyelesaian perkara adalah melalui “putusan hakim”. Sebuah konsep putusan (tertulis) tidak mempunyai kekuatan sebagai putusan sebelum diucapkan di persidangan oleh hakim. Putusan yang diucapkan di persidangan (uitspraak) tidak boleh berbeda dengan yang tertulis (Vonis). Kalau ternyata ada perbedaan antara yang diucapkan dengan yang tertulis, maka yang sah adalah yang diucapkan.
Meskipun demikian perlu diketahui, bahwa dalam peradilan tingkat pertama, di samping putusan, terdapat pula produk hakim yang bernama penetapan. Meskipun sama-sama produk hakim peradilan tingkat pertama tetapi keduanya mempunyai perbedaan. Secara lebih jelas berikut dikemukakan persamaan dan perbedaan putusan dan penetapan.
-
Persamaan- Keduanya sama-sama dapat menjadi produk peradilan tingkat pertama.
- Keduanya sama-sama harus diucapkan sidang terbuka untuk umum. Menurut Pasal 60 UU Nomor 7 Tahun 1989, putusan dan penetapan suatu pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum, apabila keduanya diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
- Keduanya sama-sama memberi kesempatan kepada pihak yang keberatan untuk melakukan upaya hukum.
- Perbedaan.
- Putusan merupakan keputusan pengadilan atas perkara kontensius. Perkara kontensius ialah perkara yang terdiri dari pihak-pihak (partij), sedangkan penetapan keputusan pengadilan atas perkara volunteer (ex partij).
- Upaya hukum putusan adalah banding, sedangkan upaya hukum penetapan langsung kasasi.
- Putusan dalam berbagai prekspektif.
- Putusan dan Hakim
Putusan sebagai produk hakim dalam menangani perkara sering dikonotasikan sebagai mahkota hakim itu sendiri. Sebuah mahkota menempati posisi sebagai kehormatan hakim yang bersangkutan.
b. Putusan dan Masyarakat.
Putusan merupakan pertangungjawban akhir seorang hakim atas kasus yang sedang diperiksa. Melalui lagal rasoning yang baik, pihak-pihak dapat memahami mengapa maka hakim menjatuhkan amar putusan yang demikian. Oleh karena itu putusan harus mempertimbangkan secara lengkap agar tidak tergolong sebagai putusan yang tidak cukup pertimbangan (onvoldoende gemotiveerd);
- Macam-macam Putusan;
Dilihat dari segi fungsinya:
- Putusan akhir Putusan akhir adalah putusan yang mengakhiiri pemeriksaan perkara, baik telah melalui semua tahap pemeriksaan maupun belum.
- Putusan sela Putusan sela adalah putusan yang dijatuhkan sebelum putusan akhir yang bertujuan untuk memperlancar jalannya pemeriksaan.
Dilihat dari segi isinya:
- NO (Niet Onvanklijk Verklaard) Yaitu putusan pengadilan yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima.
- Putusan gugur
Putusan yang dijatuhkan ketika penggugat tidak hadir dan tidak mengutus wakilnya di persidangan padahal telah dipanggil secara resmi dan patut, sedangkan Tergugat hadir.
- Putusan menolak Yaitu putusan yang dijatuhkan dengan alasan Penggugat tidak dapat mengajukan bukti atau tidak dapat membuktikan dalil gugatan.
- Putusan mengabulkan Yaitu putusan yang dijatuhkan karena karena dalil gugatan terbukti dan /atau dapat dibuktikan;
Dilihat dari segi sifatnya:
Putusan jika dilihat dari segi sifatnya dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:
- Putusan deklarator (Declaratoir vonnis)
Putusan deklarator adalah pernyataan hakim yang tertuang dalam putusan yang dijatuhkan, dimana pernyataan tersebut merupakan penjelasan atau penetapan tentang sesuatu hak atau title maupun status.
- Putusan konstitutif (Constitutif vonnis)
Putusan konstitutif adalah putusan yang menciptakan hukum baru ataupun meniadakan suatu keadaan hukum yang telah ada.
Dilihat dari segi kehadiran para pihak:
- Putusan Verstek
Yaitu, putusan yang dijatuhkan tanpa hadirnya Tergugat atau para Tergugat dengan tanpa alasan yang sah, padahal telah dipanggil sccara resmi dan patut, sedangkan Penggugat hadir.
- Putusan Kontradiktor
Yaitu, putusan yang dijatuhkan apabila Tergugat hadir atau pernah hadir dalam persidangan.
- Asas-asas Putusan
Menurut Pasal 178 HIR/Pasal 189 RBg dan Pasal 19 UU Nomor 4 Tahun 2004, agar suatu putusan tidak mengandung cacat, harus memenuhi asas-asas sebagai berikut
- Memuat dasar yang jelas dan rinci
Menurut asas suatu putusan harus berdasarkan pertimbangan yang jelas dan cukup.
- Diucapkan di muka umum
- Prinsip keterbukaan untuk umum ini bersifat imperative
- Akibat hukum atas pelanggaran asas keterbukaan, mengakibatkan putusan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
- Dalam hal pemeriksaan tertutup umum, putusan tetap diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum
- Diucapkan dalam sidang pengadilan
- Media (radio dan televisi) dapat menyiarkan secara langsung dari ruang sidang.
- Prinsip-prinsip Putusan.
Suatu putusan merupakan bagian integral dengan eksistensi pembuatnya. Pembuatnya adalah sosok hakim yang secara teori harus menggambarkan sosok manusia ideal sesuai ekspektasi dunia penegakan hukum, termasuk yang termuat dalam kode etik dan perilaku hakim yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Oleh karena itu, sebagaimana yang ditulis oleh Ade Rizky Fachreza, sekurang-kurangnya ada tiga prinsip umum yang harus dipertimbangkan oleh hakim ketika akan menetapkan sebuah putusan, antara lain :
- Legal Justice bermakna putusan hakim harus dibuat dengan tujuan untuk menjamin, melindungi, dan memenuhi rasa keadilan bagi setiap orang dengan tetap berpegang kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku;
- Social Justice bermakna putusan hakim harus dibuat dengan tujuan untuk menjamin, melindungi, dan memenuhi rasa keadilan bagi setiap orang dengan tetap mempertimbangkan nilai-nilai, kaidah-kaidah, dan norma-norma sosialbudaya yang berlaku di masyarakat;
- Moral Justice bermakna putusan hakim harus dibuat dengan tujuan untuk menjamin, melindungi, dan memenuhi rasa keadilan bagi setiap orang dengan tetap mempertimbangkan aspek-aspek etika dan moral. Di samping prinsip-prinsip tersebut, ada beberapa hal bagi hakim yang memutus, secara internal, yang dapat dijadikan ukuran bagi kredibilitas produk putusannya. Menurut Drs. Busyro, S.H.,M.H. sebagai muhasabah Hakim dapat menanyakan kepada dirinya mengenai 4 hal yaitu: Benarkah putusan dijatuhkan, jujurkah ketika menjatuhkan, sudah adilkah, putusan yang dijatuhkan, dan bermanfaatkah putusan yang dijatuhkan tersebut.
- Struktur Putusan;
Menurut A. Mukti Arto struktur putusan adalah sebagai berikut:
- Kepala Putusan
Pada kepala putusan ini dari 6 unsur, yaitu judul putusan, nomor putusan , dasar ideologis putusan, dasar filosofis putusan, subjek pengadilan pemeriksa perkara, dan objek perkara yang dirumuskan dengan kalimat yang jelas.
- Pihak-pihak yang berperkara;
- Pihak-pihak yang berperkara
- Pertimbangan hukum.
- Dictum putusan
- Kaki putusan.
- Format Putusan.
Putusan yang dijatuhkan pengadilan memang bisa berbeda satu sama lain. Hal ini disebabkan oleh perbedaan karakteristik perkara yang bersangkutan. Dengan alasan ini jangankan antar pengadilan antar majelis yang satu dengan majelis yang lain pasti berbeda. Hanya saja secara umum, mengenai formatnya harus dibuat seragam. Selama belum ada penyeragaman akan membuat hakim membuat format putusan yang berbada-beda. Menyadari hal itu, maka Mahkamah Agung telah mengeluarkan Surat Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor: 359/KMA/SK/XII/2022 tentang Tamplate dan Pedoman Penulisan Purusan/Penetapan Pengadilan Tingkat Psrtama dan Tingkat Banding Pada Empat Lingkungan Peradilan di Bawah Mahkamah Agung tanggal 16 Desember 2022. Aturan tersebut tentu tidak dimaksudkan mencampuri Hakim dalam membuat putusan tetapi hanya mengatur mengenai formatnya agar diperoleh model standar bentuk putusan. Keseregaman format itu penting agar masyarakat bisa lebih mudah memahami isi putusan yang biasanya ada yang tipis, sedang, dan tebal. Namun, setebal apa pun putusan jika formatnya sama, maka akan lebih mudah ditelaah dan dikaji.
- Kekuatan Putusan.
Putusan pengadilan mempunyai 3 kekuatan, yaitu:
- Kekuatan mengikat (bindende kracht),
- Kekuatan bukti (bewijzende kracht),
- Kekuatan eksekusi (executoriale kracht).
- Perbedaan Putusan Yang diucapkan dan Yang Tertulis
Jika konsep putusan (yang tertulis) dengan yang diucapkan berbeda dengan yang diucapkan hakim dalam persidangan, manakah yang harus dipegangi?
Menurut Wojowarsito, sebagaimana dikutip oleh Muhammad Rizaldi Warneri, S.H., LL.M.dkk, putusan hakim yang diucapkan di persidangan (uitspraak) memang tidak boleh berbeda dengan yang tertulis (vonnis). Namun, apabila ternyata ada perbedaan di antara keduanya, maka yang sah adalah yang diucapkan, karena lahirnya suatu putusan adalah sejak diucapkan.
- Penutup
Demikian sedikit pembahasan tentang putusan perdata, semoga bermanfaat.
Referensi
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Kencana, Jakarta, 2008.
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata , Sinar Grafika Jakarta
Ade Rizky Fachreza, “Meluruskan Pemahaman “Konsistensi Putusan” untuk Mencapai Kesatuan Hukum,” http://leip.or.id/meluruskan-pemahaman-konsistensi-putusanuntuk-mencapai-kesatuan-hukum/, diakses 25 Oktober 2023.
Bahrussam Yunus (Editor), Teknis Pemeriksaan Perkara Gugat Waris Bagi Hakim Peradilan Agama, Yogyakarta, UII Press, Cetakan Pertama, 2020,
Bambang Sugeng dan Sujayadi,Pengantar Hukum Acara Perdata Dan Contoh. Dokumen Litigasi, Kencana Prenadamedia Grup, Jakarta, 2011,
Mahkamah Agung RI, Pedoman dan Pelaksanaan Tugas Dan Administrasi Peradilan Agama, Buku II (Jakarta: Badilag, 2014
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,1996.
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata, Yogyakarta, Liberty,